Libur Perang Jawa Saat Ramadan: Strategi Pangeran Diponegoro dan Muslihat De Kock

Minggu, 2 Maret 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Magelang, 1830 – Di tengah berkecamuknya Perang Jawa, Pangeran Diponegoro mengambil langkah mengejutkan: ia menyetujui gencatan senjata selama bulan suci Ramadan untuk fokus pada ibadah dan pemulihan. Namun, di balik jeda perang ini, Belanda diam-diam menyusun rencana licik untuk menjebaknya.

Pertemuan Awal dan Gencatan Senjata

Pada 16 Februari 1830, Pangeran Diponegoro pertama kali bertemu dengan utusan Jenderal De Kock, Jan Baptist Cleerens, di Desa Romakamal, Sempor, Kebumen. Sehari kemudian, pertemuan kedua digelar di Desa Kejawang, Sruweng. Dalam pembicaraan tersebut, Diponegoro setuju untuk berunding dengan De Kock setelah bulan Ramadan.

Mengingat De Kock masih berada di Batavia, Diponegoro semula berniat menunggu di Bagelen Barat, Kebumen. Namun, atas bujukan Cleerens, ia akhirnya melanjutkan perjalanan ke Menoreh dan tiba pada 21 Februari 1830, empat hari sebelum Ramadan.

Baca Juga:  Serangan Umum 1 Maret 1949: Ketika Indonesia Mengguncang Dunia

Ramadan di Menoreh: Ibadah, Pemulihan, dan Persiapan

Bulan suci Ramadan 1245 Hijriah yang dimulai pada 25 Februari 1830 menjadi masa istirahat bagi Pangeran Diponegoro dan pasukannya. Sang Pangeran, yang tengah menderita malaria akibat perjuangan gerilyanya, memanfaatkan waktu ini untuk memulihkan diri. Ia sempat dirawat di gubuk seorang pandai besi bernama Empu Astrajingga, didampingi adiknya, Pangeran Adisurya, serta beberapa pengikut setianya.

Selama bulan puasa, Diponegoro dan 800 pengikutnya menetap di pesanggrahan sederhana di Menoreh. Mereka tetap berlatih olah kanuragan serta memperdalam ibadah. Warga Kedu datang membawa gula Jawa sebagai bentuk penghormatan kepada sang pemimpin perjuangan.

De Kock Bermuka Manis, Menyusun Rencana Licik

Mengetahui bahwa Diponegoro menolak membahas peperangan selama Ramadan, Cleerens melaporkan hal ini kepada De Kock. Sang jenderal Belanda pun berpura-pura menunjukkan sikap bersahabat. Ia beberapa kali mengunjungi Diponegoro, bahkan menghadiahinya seekor kuda abu-abu dan uang 10.000 gulden yang diberikan dalam dua tahap sebagai bantuan bagi pasukannya.

Baca Juga:  Sejarah THR: Dari Hadiah Lebaran hingga Hak Pekerja

Namun, di balik kebaikan itu, De Kock memiliki rencana licik. Ia mengutus mata-mata bernama Tumenggung Mangunkusumo untuk menyusup ke dalam pasukan Diponegoro guna mencari informasi mengenai strategi perjuangannya. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa Pangeran Diponegoro tetap teguh dalam niatnya melawan penjajahan.

*Muslihat Menjelang Idulfitri: Penangkapan Diponegoro Disiapkan*

Menjelang akhir Ramadan, tepatnya pada 25 Maret 1830, De Kock diam-diam memerintahkan Louis du Perron dan A.V Michels untuk mempersiapkan penangkapan Diponegoro. Rencana tersebut akan dieksekusi pada pertemuan setelah Idulfitri, tepatnya 28 Maret 1830.

Bagaimana nasib Pangeran Diponegoro setelah jebakan ini?

Bersambung…

(Redaksi– Disusun kembali dari berbagai sumber)

Berita Terkait

Sejarah THR: Dari Hadiah Lebaran hingga Hak Pekerja
Sejarah Jalan Julianalaan (Jl. Moh. Yamin) dan Willemlaan (Jl. Monginsidi), Salatiga: Jejak Kolonial dan Warisan Pengusaha Rokok Nitisemito
Serangan Umum 1 Maret 1949: Ketika Indonesia Mengguncang Dunia

Berita Terkait

Kamis, 20 Maret 2025 - 07:41

Sejarah THR: Dari Hadiah Lebaran hingga Hak Pekerja

Kamis, 6 Maret 2025 - 08:49

Sejarah Jalan Julianalaan (Jl. Moh. Yamin) dan Willemlaan (Jl. Monginsidi), Salatiga: Jejak Kolonial dan Warisan Pengusaha Rokok Nitisemito

Minggu, 2 Maret 2025 - 20:19

Libur Perang Jawa Saat Ramadan: Strategi Pangeran Diponegoro dan Muslihat De Kock

Sabtu, 1 Maret 2025 - 16:38

Serangan Umum 1 Maret 1949: Ketika Indonesia Mengguncang Dunia

Berita Terbaru

SEJARAH

Sejarah THR: Dari Hadiah Lebaran hingga Hak Pekerja

Kamis, 20 Mar 2025 - 07:41