SOLO – Sebuah diskusi bertajuk “Menakar Korupsi Era Kepemimpinan Jokowi” digelar di Gedung Umat Islam Kertopuran, Solo, Minggu (23/2/2025). Acara ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Dr. Muhammad Taufiq, SH, MH, dan Drs. Sutoyo Abadi, serta dihadiri oleh aktivis pergerakan dari berbagai wilayah di Jawa Tengah,
Dalam forum ini, para pembicara mengulas berbagai aspek tindak pidana korupsi, mulai dari definisi hingga berbagai bentuknya, seperti political bribery, political kickbacks, election fraud, corrupt campaign practices, hingga discretionary corruption yang sering terjadi akibat kebijakan yang tidak diawasi dengan baik.
Salah satu poin utama dalam diskusi ini adalah indikasi pelemahan berbagai lembaga hukum dan peradilan selama pemerintahan Jokowi. Disebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) diduga mengalami intervensi politik, terutama terkait perubahan aturan pemilu menjelang Pilpres 2024. Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai semakin kehilangan independensinya setelah revisi UU KPK, pemecatan 52 pegawai melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), serta dugaan intervensi terhadap kasus besar seperti skandal e-KTP.
Dugaan Korupsi dan Konflik Kepentingan di Lingkaran Keluarga Presiden
Diskusi ini juga menyoroti temuan terkait dugaan konflik kepentingan yang melibatkan keluarga mantan Presiden Jokowi. Salah satu putra Jokowi diduga membeli saham dengan nilai hampir Rp100 miliar, meskipun perusahaannya baru berdiri. Perusahaan tersebut juga mendapat suntikan dana besar dari ventura capital, yang menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan sumber dana.
Lebih lanjut, dugaan konflik kepentingan semakin kuat setelah salah satu anak seorang manajer perusahaan yang berkolaborasi dengan putra Jokowi diangkat menjadi duta besar pada posisi strategis. Penggunaan jet pribadi oleh keluarga presiden tanpa kejelasan sumber pembiayaan juga menjadi sorotan dalam forum ini.
Menurut Drs. Sutoyo Abadi, kasus-kasus ini menunjukkan pola sistematis dari penyalahgunaan kekuasaan yang semakin terang-terangan. “Saat kekuasaan tidak lagi dikontrol oleh hukum dan etika, maka nepotisme serta konflik kepentingan menjadi hal yang dianggap wajar. Ini bukan sekadar dugaan, tetapi pola yang berulang sejak awal pemerintahan Jokowi,” tegasnya.
Laporan OCCRP: Mantan Presiden Jokowi Masuk Jajaran Terkorup di Dunia?
Pada awal Januari 2025, sejumlah akademisi dan aktivis yang tergabung dalam Nurani ‘98 mendatangi Gedung Merah Putih KPK untuk menyerahkan laporan investigasi terbaru dari Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Laporan tersebut menempatkan Jokowi dalam daftar mantan pemimpin dunia yang paling banyak terlibat dalam dugaan korupsi.
Salah satu akademisi dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubaidillah Badrun, menyoroti lambannya respons KPK terhadap laporan dugaan korupsi yang melibatkan keluarga Jokowi. “Kami sudah menyerahkan laporan dugaan korupsi keluarga Jokowi sejak 10 Januari 2022, namun hingga kini KPK masih bungkam. Ini menimbulkan persepsi bahwa penegakan hukum di Indonesia tumpul ke atas, tajam ke bawah,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menilai KPK seakan cenderung lembut terhadap Jokowi dan keluarganya, sementara kasus-kasus lain dengan skala lebih kecil justru cepat ditindak. “Bagaimana mungkin seorang anak presiden yang perusahaannya baru berdiri bisa membeli saham senilai hampir Rp100 miliar? Publik berhak mengetahui sumber dananya,” tambahnya.
Sementara itu, Dr. Muhammad Taufiq, SH, MH, mengkritisi lemahnya fungsi pengawasan terhadap kekuasaan. “Jika hukum hanya menjadi alat politik, maka korupsi akan semakin sulit diberantas. Pelemahan KPK, revisi UU MK, hingga intervensi terhadap sistem peradilan adalah bukti bahwa negara semakin jauh dari prinsip demokrasi yang sehat,” ujarnya.
Menatap Pemerintahan Baru: Harapan dan Tuntutan
Diskusi ini ditutup dengan refleksi terhadap masa depan pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo. Sejumlah poin yang menjadi harapan aktivis pergerakan meliputi:
- Kembali kepada UUD 1945 yang asli sebagai dasar negara.
- Menyelamatkan NKRI dari pengaruh oligarki dan praktik korupsi yang semakin merajalela.
- Mengadili Jokowi beserta keluarga dan kroninya atas berbagai dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Menurut Sutoyo Abadi, pemerintahan baru harus berani mengambil langkah tegas dalam membersihkan warisan korupsi di era sebelumnya. “Jika pemerintahan Prabowo ingin mendapatkan legitimasi dari rakyat, maka harus ada keberanian untuk menindak tegas para pelaku korupsi, siapapun mereka. Jika tidak, maka perubahan yang diharapkan hanya akan menjadi ilusi,” pungkasnya.
Diskusi ini menjadi salah satu bentuk kritik terhadap kondisi hukum dan politik di Indonesia, khususnya dalam upaya pemberantasan korupsi yang dinilai semakin melemah. Para peserta menegaskan pentingnya perlawanan terhadap sistem yang dianggap merusak negeri, mulai dari dunia pendidikan hingga birokrasi. Jika tidak ada perubahan signifikan, mereka khawatir Indonesia akan semakin jauh dari cita-cita reformasi dan keadilan sosial.
Laporan kontributor : M.Safuan