SEMARANG– S (21) tak kuasa menahan tangis saat mengingat bayi yang baru saja ia lahirkan sepekan lalu. Mahasiswi asal Semarang ini kini tengah berjuang mencari keberadaan buah hatinya, yang hilang dalam proses adopsi yang tak jelas.
Di sebuah ruangan kecil di kantor ELBEHA Barometer Salatiga, Sabtu (29/3/2025), S menceritakan kisah pilunya. Dengan suara bergetar, ia mengungkapkan bahwa bayi tersebut adalah anak hasil hubungannya dengan sang kekasih, R. Karena takut ketahuan orang tua, S dan R memutuskan untuk mencari orang yang bersedia mengadopsi bayi mereka.
“Sejak awal memang niatnya ingin mencari orang tua angkat untuk anak saya. Tapi saya tidak menyangka akhirnya seperti ini,” tutur S, matanya berkaca-kaca.
S melahirkan di sebuah klinik bidan di Semarang pada Sabtu (22/3/2025). Saat proses persalinan, pasangan yang mengaku siap mengadopsi bayi tersebut sudah menunggu di lokasi. Tanpa banyak bicara, mereka meminta bayi itu segera diserahkan.
Dalam kondisi masih lemah, S dan R dipaksa menandatangani sebuah surat yang isinya mereka sendiri tak pahami sepenuhnya. Usai persalinan, S dibawa ke sebuah hotel di Semarang, tempat perpisahan terakhirnya dengan sang bayi terjadi. “Di situlah anak saya dibawa pergi. Padahal belum ada kesepakatan final,” katanya dengan suara tertahan.
Sejak saat itu, S tak lagi mendapat kabar tentang anaknya. Harapannya untuk tetap mengetahui kondisi buah hatinya hancur begitu saja. “Saya hanya ingin tahu kabarnya, setidaknya ada foto atau cerita tentang dia. Tapi mereka menghilang begitu saja,” ujarnya, menyeka air mata.
Sebagai kompensasi, pasangan pengadopsi memberikan uang Rp5 juta kepada S. Namun, bagi S, uang itu tak ada artinya dibandingkan keinginannya untuk tetap terhubung dengan anaknya. “Saya tidak menginginkan uang. Saya hanya ingin bisa tahu dia baik-baik saja,” ujarnya pelan.
Ketua ELBEHA Barometer, Sri Hartono, menegaskan pihaknya akan membantu mencari keberadaan orang yang membawa bayi S. “Kasus ini sangat janggal. Orang yang mengadopsi tiba-tiba menghilang dan tidak bisa dihubungi. Ini menimbulkan banyak tanda tanya,” ungkapnya.
Menurutnya, adopsi memiliki mekanisme hukum yang harus dipatuhi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, setiap adopsi harus melibatkan proses legal yang sah, termasuk persetujuan orang tua biologis dan legalisasi di pengadilan. Jika prosedur ini tidak diikuti, maka ada indikasi pelanggaran hukum yang bisa berdampak serius.
“Jika dalam waktu dekat tidak ada itikad baik dari pihak yang membawa anak S, maka langkah hukum akan ditempuh,” tegas Sri Hartono.
Kini, S hanya bisa berharap agar anaknya kembali ke pelukannya. “Saya siap merawatnya sendiri. Saya hanya ingin dia kembali,” katanya dengan mata penuh harapan. (Red)