Istana Djoen Eng (Roncalli) : Jejak Kekayaan Raja Gula di Salatiga

Rabu, 2 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Istana Djoen Eng, sebuah bangunan megah yang pernah menjadi kediaman Kwik Djoen Eng, Raja Gula dari Salatiga, menyimpan sejarah panjang tentang kejayaan, kejatuhan, dan perubahan fungsinya. Terletak di Jalan Diponegoro, Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah, bangunan ini telah mengalami berbagai transformasi dari masa ke masa, mencerminkan dinamika sosial dan politik yang melingkupinya.

Masa Kejayaan Kwik Djoen Eng

Pada awal abad ke-20, Salatiga menjadi salah satu pusat ekonomi di Jawa Tengah, di mana komunitas Tionghoa memiliki kedudukan sosial yang setara dengan orang Eropa. Mereka berperan sebagai perantara dalam perdagangan dan industri, termasuk Kwik bersaudara yang dikenal sebagai pengimpor teh dari Taiwan.

Kwik Djoen Eng, salah satu dari Kwik bersaudara, berhasil mengembangkan usahanya hingga ke berbagai wilayah di Indonesia dan luar negeri. Pada tahun 1921, ia membangun sebuah kediaman mewah di Salatiga yang pembangunannya memakan waktu empat tahun dan diresmikan pada tahun 1925. Istana ini bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga simbol kemewahan dengan fasilitas seperti kebun binatang mini, kolam, lapangan tenis, serta kebun kopi. Bangunan utama memiliki lima kubah besar, dikelilingi oleh empat kubah lainnya, mencerminkan arsitektur megah pada masanya.

Baca Juga:  CLAV Digital Ekspansi Bandung: Membangun Koneksi Digital di Kota Kembang dengan Bandungkini.com

Namun, kejayaan itu tidak berlangsung lama. Krisis ekonomi global tahun 1930 menghantam berbagai sektor, termasuk bisnis Kwik Djoen Eng. Akibat kebangkrutan dan terlilit utang, seluruh kompleks miliknya disita oleh Javaasche Bank sebagai upaya pelunasan hutang.

Alih Fungsi dan Peran Strategis dalam Sejarah

Setelah berpindah kepemilikan, kompleks Djoen Eng dibeli oleh kongregasi Katolik Fratres Immaculate Conceptions pada tahun 1940. Namun, bangunan ini sempat dibiarkan kosong hingga akhirnya digunakan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda sebagai kamp interniran bagi warga Belanda saat Jepang mulai menduduki Indonesia.

Saat pendudukan Jepang, kompleks ini juga beralih fungsi sebagai markas polisi dan tentara Indonesia dalam waktu singkat. Kemudian, antara tahun 1946 hingga 1949, bangunan ini dijadikan tangsi tentara Belanda sebelum akhirnya dihuni oleh Bruder FIC pada tahun 1949.

Seiring waktu, bagian belakang gedung digunakan sebagai sekolah menengah pertama (SMP) hingga tahun 1974, sementara gedung utama dijadikan asrama bagi siswa hingga tahun 1966. Karena tidak sepenuhnya cocok untuk keperluan sekolah dan asrama, renovasi besar dilakukan, meski beberapa bagian tetap dibiarkan dalam bentuk aslinya, seperti ruang makan, ruang rekreasi, tiang pergola di taman, serta beberapa interior gedung.

Baca Juga:  Registrasi K3L untuk Alat Elektronik di Indonesia: Jangan Sampai Kena Denda!

Transformasi Menjadi Institut Roncalli

Pada tahun 1969-1970, gedung utama kembali direnovasi seiring dengan meningkatnya peran Institut Roncalli. Demi menyesuaikan dengan kondisi sosial-politik saat itu, menara dan kubah yang menjadi ciri khas bangunan ini dibongkar karena sentimen anti-Tionghoa yang berkembang di masyarakat. Lantai dua gedung utama kemudian difungsikan sebagai kamar bagi peserta kursus.

Meskipun mengalami berbagai perubahan, struktur utama bangunan masih mempertahankan bentuk aslinya. Sejak transformasi ini, kompleks tersebut dikenal sebagai Institut Roncalli, sebuah pusat pendidikan bagi biarawan dan biarawati yang mempelajari akar-akar religius sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II.

Kini, Istana Djoen Eng tidak hanya menjadi saksi bisu perjalanan seorang saudagar Tionghoa, tetapi juga merekam jejak sejarah Salatiga dari masa kolonial, pendudukan Jepang, revolusi kemerdekaan, hingga perubahan sosial yang terus berlangsung hingga era modern.  (Guruh Cahyono/Dari Berbagai Sumber)

Berita Terkait

Pererat Silaturahmi, Ketua IWAPI Salatiga Hadiri Halal Bihalal Komunitas Line Dance di Terminal Tingkir
Wali Kota Salatiga Sidak Pasar Pagi, Bahas Rencana Relokasi dengan Pedagang
Polemik Pasar Pagi Salatiga: Wali Kota Tegaskan Rencana Relokasi Pasar Pagi, Pedagang Melawan
Pemkot Salatiga Bakal Siapkan Studi Kelayakan Rencana Relokasi Pasar Pagi Jensud
Pasar Pagi Jensud Salatiga: Antara Sejarah, Perkembangan, dan Polemik Rencana Relokasi
Serbaindo Grup Gelar Wisuda Ke-10 dan Luncurkan Program Kerja Internasional di Tengah Badai PHK Nasional
Digadang Jadi Penggerak Ekonomi Warga Bandungan, Izin Proyek New Celosia di Eks PJKA Disorot
Hari Kartini, Puluhan Siswa SD Negeri Kebowan 2 Pamerkan Fashion Show

Berita Terkait

Rabu, 30 April 2025 - 09:03

Pererat Silaturahmi, Ketua IWAPI Salatiga Hadiri Halal Bihalal Komunitas Line Dance di Terminal Tingkir

Selasa, 29 April 2025 - 09:46

Wali Kota Salatiga Sidak Pasar Pagi, Bahas Rencana Relokasi dengan Pedagang

Senin, 28 April 2025 - 20:47

Polemik Pasar Pagi Salatiga: Wali Kota Tegaskan Rencana Relokasi Pasar Pagi, Pedagang Melawan

Senin, 28 April 2025 - 06:22

Pemkot Salatiga Bakal Siapkan Studi Kelayakan Rencana Relokasi Pasar Pagi Jensud

Minggu, 27 April 2025 - 07:23

Pasar Pagi Jensud Salatiga: Antara Sejarah, Perkembangan, dan Polemik Rencana Relokasi

Jumat, 25 April 2025 - 14:05

Digadang Jadi Penggerak Ekonomi Warga Bandungan, Izin Proyek New Celosia di Eks PJKA Disorot

Selasa, 22 April 2025 - 17:47

Hari Kartini, Puluhan Siswa SD Negeri Kebowan 2 Pamerkan Fashion Show

Selasa, 22 April 2025 - 17:39

SELEKSI DIRUT PDAM SALATIGA: Pendaftar Mencapai 11 Orang, Uji Kompetensi Menjadi Agenda Selanjutnya

Berita Terbaru

error: Content is protected !!