SALATIGA – Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah menjadi topik utama dalam Seminar Analisa Dampak Positif dan Negatif Kebijakan Efisiensi Anggaran terhadap Kemandirian Ekonomi Indonesia yang digelar pada Kamis (13/3/2025) di Aula Front One Gosyen Hotel Plaza Salatiga. Acara ini diselenggarakan oleh Koordinator Mahasiswa Islam Semarang Raya dan dihadiri oleh 65 perwakilan mahasiswa dari berbagai daerah.
Ketua panitia, M. Irvan Mustofa, dalam sambutannya menekankan bahwa seminar ini bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, baik dari sisi manfaat maupun tantangan yang ditimbulkannya bagi perekonomian nasional.
Dr. Saifudin Zuhri, M.Si, dosen FEBI UIN Salatiga, dalam pemaparannya mengangkat tema “Efisiensi atau Rekonstruksi: Bagaimana Nasib Ekonomi Indonesia?”. Ia menyoroti beberapa faktor yang menjadi latar belakang kebijakan efisiensi anggaran, seperti ketidakpastian ekonomi global, jatuh tempo utang, serta target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029 dalam rangka menuju Visi Indonesia Emas 2045.
Saifudin menjelaskan bahwa efisiensi anggaran idealnya mengalihkan dana dari sektor yang kurang produktif ke sektor yang memiliki multiplier effect lebih tinggi. “Kebijakan efisiensi harus diarahkan untuk menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan. Jika hanya sekadar menghemat tanpa strategi pembangunan yang jelas, dampaknya bisa kontraproduktif,” ujarnya. Ia juga menyoroti dampak kebijakan ini terhadap kelas menengah dan rasio tabungan nasional, serta mencatat defisit APBN 2025 yang mencapai Rp31,2 triliun akibat turunnya penerimaan pajak. “Tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan efisiensi anggaran tidak justru melemahkan daya beli masyarakat dan investasi,” tambahnya.
Narasumber kedua, Muhammad Ade Ardian, S.E., menyoroti bahwa efisiensi anggaran pemerintah tahun ini mencapai Rp300 triliun. Menurutnya, pendapatan negara masih didominasi oleh pajak, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan sektor perbankan. Ade juga membahas Sovereign Wealth Fund (SWF) sebagai instrumen investasi jangka panjang untuk mengoptimalkan aset negara. “SWF bukan hanya sekadar dana cadangan, tetapi harus menjadi alat strategis untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional,” katanya.
Terkait investasi pemerintah, Ade menjelaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto menargetkan investasi sebesar USD 20 miliar untuk mengembangkan lebih dari 20 proyek strategis nasional, termasuk hilirisasi nikel, pembangunan pusat data AI, dan produksi energi baru terbarukan. “Jika dikelola dengan baik, investasi ini bisa menjadi katalis utama bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan,” tegasnya.
Setelah sesi pemaparan, seminar dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, di mana para peserta aktif berdiskusi mengenai tantangan dan peluang yang muncul akibat kebijakan efisiensi anggaran. Seminar ditutup dengan pernyataan akhir dari para narasumber, sesi foto bersama, dan doa penutup.
Melalui seminar ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami secara lebih mendalam implikasi kebijakan anggaran pemerintah serta memberikan masukan konstruktif bagi kemandirian ekonomi Indonesia ke depan.