Salatiga, 11 Maret 2025 – Sebuah truk berwarna kuning dengan nomor polisi ganda ditemukan saat tim investigasi melakukan kontrol sosial di SPBU 44.507.22, Jalan Lingkar Selatan (JLS) Salatiga, Selasa (11/3) sekitar pukul 03.15 WIB. Kendaraan tersebut mencurigakan karena menggunakan dua nomor polisi yang diikat dengan karet gelang.
Saat dikonfirmasi oleh awak media, sopir truk berdalih bahwa nomor polisi tersebut adalah nopol lama dan baru. Namun, operator SPBU yang bertugas mengaku tidak mengetahui alasan kendaraan dengan dua nomor polisi tetap diizinkan mengisi BBM subsidi.
Tak lama setelah diperiksa, truk tersebut melaju kencang ke arah Tingkir tanpa menghiraukan upaya tim investigasi yang mencoba menghentikannya. Insiden ini menimbulkan dugaan adanya praktik ilegal di SPBU tersebut, khususnya terkait mafia pengangsu BBM subsidi.
Seorang anggota tim investigasi mempertanyakan sikap operator SPBU yang tetap mengizinkan truk mencurigakan tersebut mengisi BBM subsidi. “Ada apa dengan operator SPBU ini? Seakan-akan ada yang ditutup-tutupi terkait truk bernopol ganda yang tetap diizinkan mengisi BBM subsidi,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua LSM Pemantau Kebijakan Publik, Barometer Salatiga, Sri Hartono mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan.
“Kasus ini harus segera diusut tuntas. Jika ada oknum yang bermain dalam distribusi BBM subsidi, maka mereka harus diberi sanksi tegas,” tegasnya.
Dugaan Pelanggaran Hukum
Dugaan praktik ilegal ini seharusnya menjadi perhatian Pertamina, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), serta aparat penegak hukum (APH) di Salatiga.
Menurut Pasal 55 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, penyalahgunaan niaga dan pengangkutan BBM bersubsidi dapat dikenai pidana penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.
Selain itu, penggunaan pelat nomor ganda melanggar UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Pasal 280 UU LLAJ menyatakan bahwa kendaraan tanpa Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) resmi dapat dikenai pidana kurungan 2 bulan atau denda Rp500.000. Sementara itu, Pasal 263 KUHP menyebutkan bahwa pemalsuan pelat nomor kendaraan bermotor dapat diancam pidana 6 hingga 7 tahun penjara.
Harapan Masyarakat
Pihak berwenang diharapkan segera menindaklanjuti kasus ini guna mencegah penyalahgunaan BBM subsidi yang dapat merugikan masyarakat dan negara. Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk mengungkap apakah ada keterlibatan pihak SPBU atau oknum lain dalam praktik ilegal ini.
“Jangan sampai ada permainan antara pihak SPBU dan oknum tertentu dalam penyaluran BBM subsidi. Ini merugikan masyarakat kecil yang benar-benar membutuhkan,” kata Agus, seorang pengemudi angkutan barang yang kerap mengisi BBM di SPBU tersebut. (GCP)