AMBARAWA– Endang Sulistyorini, warga Kelurahan Lodoyong, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, memperjuangkan hak atas tanah seluas 2.500 meter persegi yang diklaim sebagai milik keluarganya sejak tahun 1950-an.
Didampingi kuasa hukum Efendi Panjaitan dan Erwin Sibarani, Rini—sapaan akrab Endang—telah menjalani 10 kali persidangan di Pengadilan Negeri Ungaran. Sidang terakhir, Senin (14/4/2025), menghadirkan dua saksi, yakni anggota DPRD Kabupaten Semarang, The Hok Hiong, serta Lurah Lodoyong, Daroji.
Kuasa hukum Rini menyatakan tanah tersebut merupakan warisan dari almarhum ayahnya, Suhardi, yang telah menempati lahan itu sejak puluhan tahun lalu. Namun, belakangan berdiri enam bangunan milik pihak lain di atas lahan tersebut, dengan luasan bervariasi antara 90 hingga 200 meter persegi.
“Yang mengejutkan, setiap rumah tersebut telah bersertifikat, padahal klien kami tidak pernah melakukan transaksi jual beli,” ujar Efendi. Ia menjelaskan, Rini masih memegang Letter C Desa Persil 27 Nomor 1404 atas nama Suhardi sebagai dasar kepemilikan.
Efendi menilai adanya kekeliruan dari pihak tergugat, yang mendalilkan bahwa tanah tersebut merupakan Eigendom. “Padahal klien kami memiliki dasar hak berupa Letter C, bukan tanah bekas Eigendom Belanda,” katanya.
Dalam persidangan, pihak penggugat juga menyinggung kemungkinan adanya keterlibatan Balai Harta Peninggalan (BHP), meski hingga kini belum dihadirkan sebagai saksi oleh tergugat. Efendi menilai ada indikasi tumpang tindih sertifikat atas lahan tersebut.
Sementara itu, Erwin Sibarani menyebut para tergugat dalam perkara ini adalah Ratna Indarni, Agung Dian Prasetyo, Irma Eko Prasetyo, Suroso, Iriyanto, dan Rudi Pramono, serta turut tergugat Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Klien kami hanya ingin mendapatkan kepastian hukum. Mereka berasal dari keluarga pejuang dan berharap pengadilan bisa mengungkap kebenaran atas hak kepemilikan tanah ini,” ujar Erwin